Kali ini darah ku seperti dipompa,
jantungku seperti rasa di terkam singa di balantara. Mataku berbinar seolah
yang aku rasakan kelak akan membunuh. Jika hal yang ku lakukan salah maka
hancurlah kita. Katanya. Saat ia berkata mati setengah tubuhku, dak ada lagi
yang bisa aku pikirkan, semua yang ku lakukan dianggap oposisi. Aku hanya
melakukan tugas, ku rasa tak masalah hanya satu aku. Tapi kali ini aku hanya
bisa bungkam, sebungkam bungkamnya. Rasaku tak ingin lagi berbicara. Semangatku
hilang, jauh dari rasa jatuh cinta. Ini hanya ketakutan yang terasa, sungguh
tersa meresap. Salahkan?? Kutanya. Tapi tak ada jawaban yang benar, karena
semua argument dan argument hatiku bercampur aduk. Aku takut untuk menyapa
Baru kali ini aku merasa sulit sekali
bergerak. Setelah yang terjadi ini dan termakan perkataan itu rasaku alangkah
sempit dunia. Untuk keluar kamarpun aku tak berdaya, lemah.. harus pada siapa
aku bertanya. Sungguh jantungku tambah kencap berdegupnya. Siapa yang
menenagkan aku kini, penenang pun angkat tangan karena tahu. Aku rasa seperti
dibeli oleh daya kekuasaan dan dibelenggu oleh nasib. Ohhh, lembut sekali
caranaya agar agar membuat dadaku sesak, tak terlihat sedikitpun. Tapi rasanya
seperti asma dan jantungan .